Teheran (AFP) – Seorang akademisi Australia yang dipenjara di Iran karena spionase harus menjalani hukumannya, kata kementerian luar negeri di Teheran, Sabtu (28 Desember), menekankan bahwa pihaknya tidak akan tunduk pada “propaganda”.
Kylie Moore-Gilbert dilaporkan memulai mogok makan di penjara Evin Teheran pada hari Selasa setelah kalah banding terhadap hukuman penjara 10 tahun.
Australia menyatakan “keprihatinan mendalam” atas masalah ini, dengan Menteri Luar Negeri Marise Payne menyerukan agar dia diperlakukan “secara adil, manusiawi dan sesuai dengan norma-norma internasional”.
Di Teheran pada hari Sabtu, juru bicara kementerian luar negeri Abbas Mousavi mengatakan “Iran tidak akan tunduk pada permainan politik dan propaganda” dalam menanggapi “laporan tertentu” di media Australia.
Moore-Gilbert, “seperti individu lain dengan hukuman, akan menjalani waktunya sambil menikmati semua hak hukum,” tambahnya.
Penangkapan akademisi dikonfirmasi pada bulan September.
Dia dituduh “memata-matai negara lain”, tetapi keluarganya mengatakan pada saat itu bahwa dia telah ditahan selama berbulan-bulan sebelum itu.
Moore-Gilbert dan akademisi Iran-Prancis Fariba Adelkhah yang ditahan memulai mogok makan tanpa batas waktu pada Malam Natal, Universitas Sciences Po Prancis mengatakan pada hari Kamis.
Penangkapan Adelkhah atas “spionase” dikonfirmasi pada bulan Juli. Dia adalah spesialis dalam Islam Syiah dan direktur penelitian di Sciences Po.