Kedua anggota parlemen – yang mencalonkan diri dengan tiket partai oposisi kecil Reiwa Shinsengumi – bergantung pada pengasuh untuk mendapatkan dukungan.
Pemilihan mereka telah menyoroti celah hukum yang menyulitkan penyandang disabilitas untuk bekerja di Jepang: negara membayar pengasuh hanya jika penyandang disabilitas tidak dipekerjakan atau bersekolah.
Itu bisa berarti orang cacat tidak mampu bekerja karena biaya bantuan pribadi akan melebihi gaji mereka.
Majelis tinggi membayar asisten Kimura dan Funago, tetapi anggota parlemen baru menginginkan peraturan diubah untuk membantu 11.500 orang cacat serius lainnya yang bergantung pada perawatan publik.
Parlemen Jepang telah diperbarui sejak 1977, ketika anggota parlemen pertama yang menggunakan kursi roda di negara itu, Eita Yashiro, harus dibawa menaiki tangga untuk mengambil tempat duduknya.
Tetapi pemilihan Kimura dan Funago mengungkapkan batas-batas renovasi tersebut.
Kedua anggota parlemen menggunakan kursi berbaring khusus yang memerlukan penyesuaian di dalam ruangan.
Ketergantungan mereka pada pembantu untuk berkomunikasi juga membutuhkan perubahan dalam aturan, memungkinkan pengasuh mereka untuk membantu mereka dengan menekan tombol pemungutan suara atau membaca pernyataan.
INKLUSI
Pasangan ini telah menghadapi beberapa kritik, dengan tweet yang menyatakan kehadiran mereka di parlemen “gangguan” yang akan menghambat musyawarah cepat menarik 49.000 suka dan 23.000 retweet.
Tetapi mereka memasuki parlemen pada saat Jepang bekerja untuk mengakomodasi para penyandang cacat dengan lebih baik menjelang Paralimpiade 2020.
Pemerintah Jepang mengatakan ada 9,63 juta orang dengan cacat fisik, mental atau intelektual di negara itu, terhitung lebih dari tujuh persen dari total populasi.
